Senin, 08 Juli 2013

Weaving Wonderlands

Batik telah menjadi obyek warisan dunia, tapi tenun juga punya modal untuk menjadi ikon internasional. Agar mimpi itu terwujud, kita tentu harus mengenalnya. Berikut enam sentra produksi tenun yang layak tercantum dalam itinerary Anda.

enter image description here

  • Yogyakarta

dulunya hanya diminati oleh para buruh, petani, dan abdi dalem. Popularitasnya sempat menurun akibat minim peminat. Pangkal masalahnya, lurik cenderung kaku dan motifnya monoton. Untuk menyelamatkan warisan budaya ini, sejumlah pengusaha dan perancang busana melakukan sejumlah modifikasi pada lurik: menambahkan varian warna, mengganti bahan, dan mengaplikasikan motif inovatif.

enter image description here

  • Banten

Tenun adalah elemen esensial bagi Suku Baduy yang hidup di Banten. Awalnya kain ini menjalankan fungsi dasar sebagai pakaian, perlengkapan upacara, dan alat barter. Tapi kemudian turis datang dan menambah peran tenun sebagai cenderamata. Diproduksi oleh kaum perempuan, tenun Baduy menampilkan motif kotak-kotak yang simpel, tekstur kain kasar, dan kombinasi warna hitam bergaris putih.

enter image description here

  • Bali

Layaknya banyak perajin di Nusantara, warga Sidemen di Karangasem memproduksi tenun memakai ATBM (alat tenun bukan mesin). Yang membuat desa ini unik, kaum pria juga ikut terlibat dalam proses menenun. Aktivitas mereka bergulir setiap hari di hampir setiap rumah. Pamor tenun Sidemeng melambung di tingkat nasional setelah sejumlah desainer Indonesia memanfaatkan produk tersebut sebagai bahan busana karya mereka.

enter image description here

  • Lombok

Keahlian menenun diwariskan secara turun-temurun di kalangan perempuan Suku Sasak, terutama di Desa Sukarara, salah satu sentra produksi tenun. Sebuah gurauan lokal mengatakan, perempuan yang belum bisa menenun, belum layak menikah, sebab pernikahan masyarakat wanita menyerahkan tenun buatannya sendiri kepada pasangannya. Tapi ada motif lain di balik aturan sosial tersebut: kemampuan menenun perempuan sangat berguna untuk menjaga kas keluarga saat terjadi gagal panen.

enter image description here

  • Palembang

Proses pengerjaan songket bisa disaksikan di kawasan 30 Ilir, persisnya di belakang jejeran butik. Dibutuhkan waktu hingga sekitar satu bulan dan ketelitian tingkat tinggi untuk sekadar menciptakan sehelai kain menawan ini. Tak heran, harganya cukup mahal. Beberapa koleksi songket yang yang berusia ratusan tahun bahkan dibuat memakai benang berlapis emas dan dihargai puluhan juta rupiah. Motif-motif klasik yang masih kerap antara lain nampan perak, bungo cino, nago betarung, dan bintang berante.

enter image description here

  • Sambas

Sebagian sumber mengklaim, tenun di Sambas, Kalimantan Barat, eksis sejak era Kesultanan Sambas di abad ke-17. Motifnya didominasi tumbuh-tumbuhan dengan ciri utama motif pucuk rebung (berbentuk segitiga, layaknya bambu muda) yang punya makna khusus bagi masyarakat Sambas. Layaknya pertumbuhan rebung menjadi bambu, warga diharapkan selalu berusaha untuk memperbaiki hidup, berpikiran lurus, dan rendah hati saat mencapai puncak karir. Benang keemasan dan warna-warna cerah adalah dua ciri lain dari tenun Sambas.

0 komentar:

Posting Komentar